Film dokumenter adalah film yang mempresentasikan kenyataan. Dengan kata lain, film documenter adalah film yang menampilkan kehidupan sehari-hari secara fakta tanpa adanya rekayasa.
DoKumenter sudah diperkenalkan di Indonesia sejak zaman Belanda. Di Perancis, istilah documenter digunakan untuk semua film non fiksi, termasuk film mengenai perjalanan dan film pendidikan.
Berdasarkan definisi ini, film-film pertama semua adalah film documenter. Mereka merekam hal sehari-hari, misalnya kereta api masuk ke stasiun. Pada dasarnya, film documenter mempresentasikan kenyataan.
Artinya, film documenter berarti menampilkan kembali fakta yang ada dalam kehidupan. Lalu, apa sih tujuan film ini dibuat?
Tujuan Pembuatan Film Dokumenter
Tujuan awalnya adalah sebagai propaganda, namun dalam perkembangannya tujuan film documenter adalah untuk memberikan gambaran mengenai realita kehidupan, dan untuk mengelabui atau memanipulasi suatu realita.
Ada beberapa unsur yang dibutuhkan dalam film documenter, yaitu:
1.Footage
Kita harus memiliki gambar atau footage yang baik, yaitu sebuah bukti visual yang mengajukan pertanyaan tentan film documenter tersebut ke dalam bahasa visual.
Gambar tentang tsunami yang melanda kota Banda Aceh itu memang bagus, namun belum cukup. Sebuah documenter mungkin saja memprofilkan warga Aceh yang memilih bertahan hidup di pinggir pantai, walau tahu bahwa sewaktu-waktu Tsunami bisa saja melanda daerahnya lagi.
2.Ide / Konsep
Kita harus memiliki ide atau konsep yang mengekspresikan sudut pandang karya documenter tersebut.
Wawancara mungkin bisa membantu merumuskan suatu sudut pandang. Namun, waancara itu biasanya merupakan cara yang terlalu berat dan merepotkan dalam suatu documenter, untuk menyampaikan suatu gagasan.
Wawancara semata-mata tidak lantas menjadikannya sebuah documenter. Hal ini karena wawancara tidak menunjukkan topic, namun wawancara hanya menunjukkan orang yang sedang berbicara tentang suatu topic.
3.Struktur
Kita harus mempunyai struktur. Yaitu progresi gambar dan suara secara teratur, yang akan menarik minat audiens, dan menghadirkan sudut pandang dari karya documenter tersebut, sebagai sebuah argument visual.
Misalnya, film documenter The War Room, karya Chris Hegedus dan D.A. Pennebaker, tentang kampanye Bill Clinton tahun 1992, sebelum menjadi presiden AS.
Film ini dibuka dengan serangkaian gambar di daerah pemilihan New Hampshire. Tak ada wawacara dalam film itu.
Yang terlihat adalah interaksi-interaksi, yang menunjukkan apa yang terjadi pada kampanye Clinton saat itu.
Ketika menonton film itu, secara bertahap audiens melihat kampanye Clinton dan akhirnya berhasil mengatasi berbagai hambatan, dalam proses menuju kemenangan.
Hal ini membuat film documenter, atau feature, diawali dengan ide atau gagasan dan berakhir dengan paket yang siap ditayangkan untuk audiens.
Kita seharusnya memandang, pembuatan sebuah documenter pada dasarnya lebih merupakan problem komunikasi, yaitu bagaimana menyampaikan suatu pesan pada audiens. Bukan sebuah problem teknis (peralatan).
Ada berbagai macam film documenter, contohnya documenter perilaku yang menjadikan perilaku manusia sebagai objeknya. Salah satunya adalah dimana orang nekad bermain situs judi slot online terpercaya, dan kalah. Kemudian membuat rekaman bunuh diri karena kalah bermain daftar slot resmi dan terbaik di Indonesia.
Dengan adanya kamera dan peralatan perekam yang ringan, yang bisa dengan mudah dibawa ke mana saja, dimungkinkan bagi pembuat documenter untuk mengkuti orang dan mengamati perilaku mereka dalam film atau videotape.
Pada hari-hari awal sinema langsung (direct cinema), banyak dilm dibuat tentang orang biasa, yang menjalani kehidupan biasanya. Documenter perilaku sampai saat ini masih banyak dibuat oleh orang-orang.
Itulah penjelasan lengkap mengenai film documenter. Dari tujuan hingga unsur yang dibutuhkan dalam pembuatan film. Kalian pernah nonton salah satu film documenter?